YOGYAKARTA – Orangutan merupkan satu-satunya sejenis kera besar yang ada di Benua Asia. Habitatnya hanya ada di Sumatera dan Kalimantan. Sementara jenis kera besar lainnya, gorila, simpanse dan bonobo hanya ditemukan di Afrika. Meski demikian, Orangutan kini tergolong satwa langka yang terancam punah. Penyebabnya, laju degradasi hutan yang dikonversi menjadi lahan perkebunan dan pemukiman. ”Kehilangan habitat, degradasi dan fragmentasi merupakan ancaman terhadap kehidupan orangutan di Sumatera dan Kalimatan,” kata Slamet Rifanjani dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Kehutanan UGM, Kamis (29/1).
Penelitian terhadap habitat orangutan di Taman Nasional Gunung Palung (TNGP), Ketapang, Kalimantan Barat menunjukkan penurunan kepadatan populasi Orangutan. Dosen kehutanan Universitas Tanjungpura ini mengungkapkan penurunan populasi orangutan di taman nasional ini terjadi akibat adanya penurunan kerapatan pohon akibat penebangan baik pada habitat yang kontinyu maupun habitat yang terfragmentasi. Penurunan kerapatan pohon ini berpengaruh terhadap ketersediaan pakan seperti pohon punak (Tetramerista glabra) merupakan pohon yang memiliki nilai komersial sehingga menjadi sasaran tebang.
Di lokasi yang terfragmentasi penurunan populasi jauh lebih besar yaitu 98.08%. Data menunjukkan dari 2,60 orangutan per km persegi menjadi 0,05 orang utan per kilometer persegi. Padahal penelitian yang dilakukan 2001 lalu menunjukkan 4 ekor orangutan per satu kilometer persegi. Hal ini dikarenakan masalah berkurangnya pohon pakan dan lokasi yang terfragmen juga mengalami tekanan karena aktifitas manusia yang masuk sampai ke habitat orangutan dengan intensitas tinggi.
Akibatnya, orangutan memilih berdiam di pohon yang relatif besar dan tinggi dari pohon sekitarnya. Pohon-pohon tersebut umumnya berdiameter besar sebagai lokasi sarang yang biasanya terletak di hutan terdegradasi dan hutan terfragmentasi. “Sarang orangutan ini rata-rata berdiameter 10-20 cm serta ketinggian antara 7 sampai 18,5 meter,” ungkapnya.
Dari luas keseluruhan kawasan taman nasional yang mencapai 90 ribu hektar, ruang habitat dengan kategori sangat sesuai di kawasan utuh seluas 80.661 hektar, sementara kawasan yang terdegradasi dan terfragmentasi masing-masing 699 hektar dan 1,6 hektar.
Melihat kondisi ini, Slamet merekomendasikan agar pengelola Taman Nasional maupun pemerintah daerah setempat agar segera menetapkan kawasan hutan yang khusus diperuntukan bagi kawasan habitat orangutan. “Habitat itu perlu diperkaya dengan sarang, pakan diperbanyak, akses manusia juga dibatasi,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)