Dalam rangka memberikan kesempatan bagi dosen di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk tetap melanjutkan studi program Doktor di dalam negeri, Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti menyediakan fasilitas bantuan studi selama 1 (satu) semester bagi mahasiswa Program Doktor (S3) angkatan 2018.
Syarat dan ketentuan pelamar bantuan dana basiswa satu semester bagi mahasiwa Program Doktor Dalam Negeri angkatan tahun 2018 dapat diunduh melalui laman http://ugm.id/satusemster2018.
Pendaftaran calon penerima bantuan dana beasiswa satu semester dilakukan secara daring (online) dengan mengunggah dokumen yang dipersyaratkan melalui laman http://beasiswa.ristekdikti.go.id/bppdn yang dilakukan paling lambat 16 Mei 2019.
Dalam rangka menjalin keakraban antar civitas akademika Program Studi Doktor Ilmu Kehutanan UGM, Prodi Doktor Ilmu Kehutanan kembali akan melaksanakan Coffee Break pada hari Rabu, 20 Februari 2019 pukul 11.00 di Ruang Sidang Pascasarjana. Acara ini merupakan acara rutin yang diselenggarakan tiap semester dan dimaksudkan selain untuk mengakrabkan antar civitas akademika juga sebagai wadah bagi mahasiswa yang ingin berkonsultasi dengan pengelola.
Program Studi S3 Ilmu Kehutanan UGM Akan Melaksanakan Program Insentif Artikel Ilmiah pada Jurnal Internasional Tahun Anggaran 2018 Bagi Para Mahaiswa PSIK S3 yang Telah Berhasil Mempublikasikan Artikel dengan Ketentuan Sebagai Berikut:
1. Terdaftar Aktif Sebagai Mahasiswa di PSIK S3
2. Penulis Pertama yang Merupakan Bagian dari Disertasi
3. Dipublikasikan dalam Jurnal Internasional Tahun 2017-2018, atau Minimal dalam Status Accepted
4. Diutamakan yang Terindeks di Scopus
5. Pengajuan Ditujukan Kepada Ketua Prodi S3 Ilmu Kehutanan
6. Dilampiri 1 Hardcopy disertai Cover dan Daftar Isi.
7. Diserahkan Paling Lambat Tanggal 7 Desember 2018
8. Pemberian Insentif Diutamakan untuk Jurnal yang Belum Pernah Mendapat Hibah atau Insentif
9. Insentif akan diberikan sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah)
10. Pengumuman Penerima Insentif di Bulan Desember 2018
Dalam rangka menjalin keakraban antar civitas akademika Program Studi Doktor Ilmu Kehutanan UGM, Prodi Doktor Ilmu Kehutanan kembali akan melaksanakan Coffee Break pada hari Rabu, 21 Nopember 2018 pukul 11.00 di Ruang Sidang Pascasarjana. Acara ini merupakan acara rutin yang diselenggarakan tiap semester dan dimaksudkan selain untuk mengakrabkan antar civitas akademika juga sebagai wadah bagi mahasiswa yang ingin berkonsultasi dengan pengelola.
The emerging power of peasant farmers and their coalition networks in the uses of state forestland C
Penulis | : | Maryudi, A., Citraningtyas, E.R. and Purwanto, R.H. |
: | ahmad_maryudi@ugm.ac | |
Jurnal | : | Forest Policy and Economics. 67:70-75. doi:10.1016/j.forpol.2015.09.005 |
Abstract
There has been an increasing occurrence of spontaneous and organized movements and struggles demanding access to state forestland in Indonesia over the past few years. A sizeable body of literature has explained the driving factors of the land movement but most of them focus on processes at the national level, principally on the changing socio-political landscapes, and the overlapping land use policy and regulations. In contrast, this paper attempts to find explanation of the dynamics of the land movement, and tries to explain the emerging power of peasant farmers at the field. The research was conducted in the forest of the state company of Perhutani Sub-Forest District (BKPH) Kalibodri, Forest District (KPH) Kendal, Central Java, where nearly two-fifths of the forestland is illegally occupied by peasant farmers for agricultural cropping. This paper borrows actor-centred power (ACP) of Krott et al. (2014), which offers an analytical approach to understand the empirical power resources of actors in social-political relationships. It finds the prolonged occupation of the state forestland is due to the combination of the weakened power of the state apparatus and the more consolidated power of peasant farmers. The state apparatus is weakened by its diminishing coercive power. It is also unable to provide concrete incentives that would otherwise alter the behavior of the peasant farmers. At the same time, the peasant farmers accumulate support from a wider society, from local to national level. Even international actors also play a part so that significantly affect how the state company deals with the peasant farmers.